Arsip Forum www.bendahara.com
Rabu, 03 September 2014
Jumat, 03 Januari 2014
Pengumuman 03-01-2014
Forum Bendahara ini akan ditutup karena lebih efektif menggunakan Group Bendahara di Facebook, silahkan Bergabung di Group Facebook : https://www.facebook.com/groups/forumbendahara/
Selamat datang di Forum Bendahara...
untuk mendaftar di Forum ini...silahkan kirim e-mail ke : bendahara.com@gmail.com ....berisi Username yang diinginkan.
mohon maaf kalau pendaftarannya agak sulit.....ini untuk menjaga ketertiban forum dari program-program spam yang sering membuat posting-posting gak nyambung diforum.
« Last Edit: January 03, 2014, 05:03:33 AM by riva putra »
untuk mendaftar di Forum ini...silahkan kirim e-mail ke : bendahara.com@gmail.com ....berisi Username yang diinginkan.
mohon maaf kalau pendaftarannya agak sulit.....ini untuk menjaga ketertiban forum dari program-program spam yang sering membuat posting-posting gak nyambung diforum.
« Last Edit: January 03, 2014, 05:03:33 AM by riva putra »
Kamis, 05 Mei 2011
bedjo : apakah usaha fotocopy dipungut PPN
untuk usaha fotocopy dan penjilidan apa tetap dipungut PPN ?
Mohon pencerahannya..
« Reply #1 on: May 24, 2011, 10:32:29 PM »
Avathard :
untuk usaha fotocopy dan penjilidan, tetap juga dipungut PPN nya, jika tagihan yang diajukannya sebesar Rp.1.000.000,- atau lebih, meskipun si pemasok bukanlah PKP (Pengusaha Kena Pajak)
Mohon pencerahannya..
« Reply #1 on: May 24, 2011, 10:32:29 PM »
Avathard :
untuk usaha fotocopy dan penjilidan, tetap juga dipungut PPN nya, jika tagihan yang diajukannya sebesar Rp.1.000.000,- atau lebih, meskipun si pemasok bukanlah PKP (Pengusaha Kena Pajak)
Selasa, 12 April 2011
obit : Kwitansi Perjalanan Dinas
Mau nanya, apa pertanggungjawaban perjalanan dinas perlu kwitansi model Per-66/PB/2005? Bagaimana dengan Rincian Perjalanan Dinas, apakah itu gak bisa dipakai bukti pengeluaran?
« Reply #1 on: April 13, 2011, 06:02:40 PM »
Avathard :
kalau saya, selain Rincian Perjalanan Dinas, saya juga membuatkan kuitansinya sesuai per 66,
karena yang akan saya bukukan kuitansinya
demikian
« Reply #2 on: May 09, 2011, 07:06:03 PM »
yoet :
mau nambah pertanyaan nih.. hehe..
kuitansi perjadin pake materai gak??
kan pastinya di atas Rp250ribu tuh
trus.. misalnya dinas mulai hari Senin dari Jakarta ke Balikpapan, tapi tiketnya dari
(jum'at) Jakarta - Surabaya, (minggu) Surabaya - Balikpapan..
mampir dulu gituh.. pernah ngalami hal serupa gak?
yang diganti yang mana? semua ato salah 1 ato ad solusi lain?
« Reply #3 on: May 20, 2011, 08:59:23 AM »
2t :
Ikut nimbrung,
ngomong2 ttg kwitansi, kl pengeluaran yg pakai dana UP, itu yg dibikinin kwitansi sesuai per 66 itu per bukti pembelian (nota, struk, kwitansi) atau hanya yg nominal >5jt ya?
Maaf, kami satker baru, jd msh bingung disana sini
« Reply #4 on: May 24, 2011, 10:28:40 PM »
Avathard :
maaf lama baru jawabnya,
untuk pembuatan kuitansi dari beberapa bendahara yang tempat saya menimbah ilmu, terdapat perbedaan tapi menurut saya semuanya ada benarnya juga
- ada yang berkata bahwa kalau ada kuitansi bukti penagihan dari pihak ke tiga, tidak perlu dibuatkan kuitansi model per 66, tinggal dibubuhkan cap, telah disetujui pembayarannya, dan tandatangan Bendahara Pengeluaran, dan PPK
- ada yang membuatkan kembali kuitansi sesuai dengan per 66 tapi tetap melampirkan bukti kuitansi yang asli,
- ada yang membuat kuitansi sesuai per 66, berdasarkan per bukti pembelian, ada juga yang menggabungkan.
akhir berdasarkan hal tersebut diatas, makanya saya mengambil jalan tengah saja, bahwa setiap bukti pembelian, maka saya akan buatkan bukti kuitansi lagi sesuai dengan per 66 dengan melampirkan bukti kuitansi asli pembeliannya, jika ada beberapa kuitansi yang sama dari toko dan jenis belanja yang sama, maka saya bisa menggabungkannya asalakan pengeluaran uang dari bendaharanya bersamaan, tetapi saya lebih sering tetap membuatnya per bukti pembelian,
demikian mas obit, semoga bermanfaat,
avathard@yahoo.com
« Reply #5 on: May 24, 2011, 10:49:06 PM »
Avathard :
kuitansi perjadin, menurut saya tidak dipakaikan bea meterai, karena kuitansinya yg bersifat internal, tidak ada yang disalurkan keluar dari instansi, jadi tidak memerlukan kuitansi
untuk masalah tiket pesawat SPPD yang digunakan dari tempat lain, saya berpendapat,
jika ada penerbangan langsung dari Jakarta ke Balikpapan, maka tiket pesawat Jakarta - Surabaya - Balikpapan, tidak dapat diganti, karena prinsip efisiensinya sudah tidak terpenuhi, tapi kita juga bisa mengganti hanya tiket Surabaya - Balikpapan jika harga tiket tersebut lebih murah dari harga normal Jakarta - Balikpapan
demikian penjelasan saya, semoga bermanfaat
avathard@yahoo.com
« Reply #1 on: April 13, 2011, 06:02:40 PM »
Avathard :
kalau saya, selain Rincian Perjalanan Dinas, saya juga membuatkan kuitansinya sesuai per 66,
karena yang akan saya bukukan kuitansinya
demikian
« Reply #2 on: May 09, 2011, 07:06:03 PM »
yoet :
mau nambah pertanyaan nih.. hehe..
kuitansi perjadin pake materai gak??
kan pastinya di atas Rp250ribu tuh
trus.. misalnya dinas mulai hari Senin dari Jakarta ke Balikpapan, tapi tiketnya dari
(jum'at) Jakarta - Surabaya, (minggu) Surabaya - Balikpapan..
mampir dulu gituh.. pernah ngalami hal serupa gak?
yang diganti yang mana? semua ato salah 1 ato ad solusi lain?
« Reply #3 on: May 20, 2011, 08:59:23 AM »
2t :
Ikut nimbrung,
ngomong2 ttg kwitansi, kl pengeluaran yg pakai dana UP, itu yg dibikinin kwitansi sesuai per 66 itu per bukti pembelian (nota, struk, kwitansi) atau hanya yg nominal >5jt ya?
Maaf, kami satker baru, jd msh bingung disana sini
« Reply #4 on: May 24, 2011, 10:28:40 PM »
Avathard :
maaf lama baru jawabnya,
untuk pembuatan kuitansi dari beberapa bendahara yang tempat saya menimbah ilmu, terdapat perbedaan tapi menurut saya semuanya ada benarnya juga
- ada yang berkata bahwa kalau ada kuitansi bukti penagihan dari pihak ke tiga, tidak perlu dibuatkan kuitansi model per 66, tinggal dibubuhkan cap, telah disetujui pembayarannya, dan tandatangan Bendahara Pengeluaran, dan PPK
- ada yang membuatkan kembali kuitansi sesuai dengan per 66 tapi tetap melampirkan bukti kuitansi yang asli,
- ada yang membuat kuitansi sesuai per 66, berdasarkan per bukti pembelian, ada juga yang menggabungkan.
akhir berdasarkan hal tersebut diatas, makanya saya mengambil jalan tengah saja, bahwa setiap bukti pembelian, maka saya akan buatkan bukti kuitansi lagi sesuai dengan per 66 dengan melampirkan bukti kuitansi asli pembeliannya, jika ada beberapa kuitansi yang sama dari toko dan jenis belanja yang sama, maka saya bisa menggabungkannya asalakan pengeluaran uang dari bendaharanya bersamaan, tetapi saya lebih sering tetap membuatnya per bukti pembelian,
demikian mas obit, semoga bermanfaat,
avathard@yahoo.com
« Reply #5 on: May 24, 2011, 10:49:06 PM »
Avathard :
kuitansi perjadin, menurut saya tidak dipakaikan bea meterai, karena kuitansinya yg bersifat internal, tidak ada yang disalurkan keluar dari instansi, jadi tidak memerlukan kuitansi
untuk masalah tiket pesawat SPPD yang digunakan dari tempat lain, saya berpendapat,
jika ada penerbangan langsung dari Jakarta ke Balikpapan, maka tiket pesawat Jakarta - Surabaya - Balikpapan, tidak dapat diganti, karena prinsip efisiensinya sudah tidak terpenuhi, tapi kita juga bisa mengganti hanya tiket Surabaya - Balikpapan jika harga tiket tersebut lebih murah dari harga normal Jakarta - Balikpapan
demikian penjelasan saya, semoga bermanfaat
avathard@yahoo.com
Sabtu, 09 April 2011
Azka : Tanda Tangan di SSP
halo..saya mw tanya neh..Apa boleh di Surat Setoran Pajak (SSP) itu yang bertanda tangan adalah bendahara..?soalnya Arsip SSP yang untuk bendahara susah ketemu kalo di cari di Bank..kalo yang bertanda tangan Pihak Ketiga.
« Reply #1 on: April 10, 2011, 11:53:23 AM »
Muhammad Adwin : Boleh..dalam arti yang mungut pajak tersebut bendahara...yg penting NPWP nya tetap punya pihak ketiga. kecuali Faktur Pajak harus dari rekanan yang mengeluarkan.karena ada no seri nya.
« Reply #2 on: April 13, 2011, 08:08:54 AM »
bedjo : setau saya untuk pajak yg dipungut/potong oleh Bendahara, ya SSP nya memang ditandatangani oleh Bendahara.
Untuk PPN dan PPh psl 22, NPWP dan nama WP diisi dengan NPWP dan nama rekanan, kemudian ditandatangani oleh Bendahara
Untuk PPh Psl 21 dan PPh Psl 23, NPWP dan nama WP diisi dengan NPWP dan nama Bendahara, kemudian ditandatangani oleh Bendahara
demikian,
CMIIW.
« Reply #3 on: April 13, 2011, 06:00:52 PM »
Avathard : betul kata mas bedjo,
saya cuman mau menambahkan, untuk menandakan juga bahwa PPN atau PPh Pasal 22 itu dipungut oleh bendahara maka kode jenis setorannya yang dicantumkan pada SSP gunakan angka 900 (900 = dipungut oleh pemungut/bendahara)
« Reply #1 on: April 10, 2011, 11:53:23 AM »
Muhammad Adwin : Boleh..dalam arti yang mungut pajak tersebut bendahara...yg penting NPWP nya tetap punya pihak ketiga. kecuali Faktur Pajak harus dari rekanan yang mengeluarkan.karena ada no seri nya.
« Reply #2 on: April 13, 2011, 08:08:54 AM »
bedjo : setau saya untuk pajak yg dipungut/potong oleh Bendahara, ya SSP nya memang ditandatangani oleh Bendahara.
Untuk PPN dan PPh psl 22, NPWP dan nama WP diisi dengan NPWP dan nama rekanan, kemudian ditandatangani oleh Bendahara
Untuk PPh Psl 21 dan PPh Psl 23, NPWP dan nama WP diisi dengan NPWP dan nama Bendahara, kemudian ditandatangani oleh Bendahara
demikian,
CMIIW.
« Reply #3 on: April 13, 2011, 06:00:52 PM »
Avathard : betul kata mas bedjo,
saya cuman mau menambahkan, untuk menandakan juga bahwa PPN atau PPh Pasal 22 itu dipungut oleh bendahara maka kode jenis setorannya yang dicantumkan pada SSP gunakan angka 900 (900 = dipungut oleh pemungut/bendahara)
Senin, 14 Maret 2011
djoni esmod : pajak penggunaan vip room bandara
pajak untuk jasa penggunaan vip room bandara itu apa ya???
trus form SPTB yang baru kan bendahara ikut juga tanda tangan tuh, nah berarti bendahara ikut bertanggungjawab juga dunk terhadap isi sptb/belanja yang dibayar yah???
terima kasih
« Reply #1 on: March 15, 2011, 06:54:27 AM »
Avathard : saya mencoba untuk menjawabnya
1. Penggunaan VIP room bandara itu dikenakan pajak apa?
atas penggunaan ruangan VIP di bandara itu dimasukkan dalam bidang jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara (jasa penunjang bidang non-aeronautika), jenis pajak yang dikenakan apabila bertransaksi dengan bendahara adalah:
- PPN apabila total transaksi sama dengan atau lebih besar dari Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah), dikenakan pajak sebesar 10% dari nilai bruto.
- PPh Pasal 23 dengan nilai transaksi berapapun, dikenakan pajak sebesar 2% dari nilai bruto (diluar PPN) untuk perusahaan yang memiliki NPWP, dan sebesar 4% dari nilai bruto (diluar PPN) untuk perusahaan yang tidak memiliki NPWP.
2. apakah bendahara ikut bertanggung jawab terhadap isi SPTB?
- didalam perubahan terakhir per 66, pada bagian SPTB GUP bendahara juga ikut bertandatangan yang berarti bendahara ikut juga bertanggung jawab atas penggunaan dana tersebut, karena dana UP yang ada memang berada di bendahara, dan tanggung jawab atas penggunaan dana UP ada pada bendahara, PPK dan KPA, sehingga atas SPTB GUP tersebut bendahara juga ikut bertanggung jawab sehingga ikut juga menandatangani,
- sedangkan untuk form SPTB LS, bendahara tidak ikut menandatangani, karena bendahara tidak bertanggung jawab atas pengeluaran yang bersifat LS, tetapi bendahara hanya bertanggung jawab untuk melakukan pembukuan pada laporan BKU dan buku pembantu lainnya saja.
makanya saya cukup heran kalau ada bendahara yang ditangkap oleh polisi dalam kasus pengadaan barang yang pembayarannya dilakukan secara LS, alasannya karena bendahara tidak bertanggung jawab secara langsung atas penggunaan dana tersebut, bendahara hanya bertanggung jawab sampai pada pencatatannya pada BKU saja. cuman mungkin banyak bendahara yang tidak mengetahui tugas dan tanggung jawabnya secara jelas maka akhirnya dia bisa juga ikut terjebak. saya harap para bendahara lainnya dapat meningkatkan kemampuannya dalam bekerja, terutama untuk menguasai peraturan yang menjadi landasan kerjanya
btw, sekian jawaban dari aku, semoga bermanfaat,
jika ada pertanyaan lagi silahkan tulis di forum ini,
atau imel ke tempat saya avathard@yahoo.com
Firman Ridwan : (Ask) Jenis belanja apa yg dikenakan PPh Pasal 23 ?
Saya mau tanya, jenis2 belanja seperti apakah yg dikenakan PPh Psl 23 ?
Berapa tarif persentase pemotongannya ?
Apakah konsumsi rapat atau jamuan tamu dikenakan PPh Psl 23 ?
Dikantor sy pernah membeli sekarton air mineral untuk jamuan tamu, apakah dikenakan PPh Psl 23 jg ?
karena yg saya tau, hanya jasa catering yg dikenakan PPh Psl 23 sebesar 2% (mungkin sy salah)
Terakhir, apakah untuk konsumsi itu dikenakan PPN juga ?
Mohon pencerahannya.... Maaf klo banyak nanya'nya..
Terima kasih banyak atas penjelasannya.
« Reply #1 on: March 14, 2011, 09:07:32 PM »
Avathard :
-Jenis jenis belanja yg dikenakan PPh Pasal 23 yaitu
1. Dividen, bunga, royalti, sebesar 15% dari nilai bruto
2. Sewa atas penggunaan harta, kecuali sewa atas tanah dan bangunan (karena dikenakan PPh final pasal 4 (2)), dikenakan tarif sebesar 2% dari nilai bruto
3. imbalan sehubungan dengan Jasa teknik, manajemen, jasa konsultan (kecuali konsultasi hukum, bisnis dan pajak), dan jasa lainnya, dikenakan tarif sebesar 2% dari nilai bruto.
yang dimaksud dengan jasa lainnya sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008 yaitu:
a. Jasa Penilai
b. Jasa aktuaris
c. Jasa akuntansi dan pembukuan
d. jasa perancang
e. jasa pengeboran (drilling) dibidang penambangan migas, kecuali yang dilakukan oleh BUT
f. jasa penunjang dibidang penambangan migas
g. jasa penambangan dan penunjang di bidang penambangan selain migas
h. jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara
i. jasa penebangan hutan (land clearing)
j. jasa kustodian/penyimpanan/penitipan yang dilakukan oleh KSEI
k. jasa pengisian suara
l. jasa mixing film
m. jasa sehubungan dengan software komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan
n. jasa maklon
o. jasa penyelidikan dan keamanan
p. jasa penyelenggara kegiatan/event organizer
q. jasa pengepakan
r. jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi
s. jasa pembasmian hama
t. jasa kebersihan/cleaning service
u. jasa catering
v. jasa instalasi/pemasangan mesin, listrik/telepon/air/gas/ac/tv kabel, peralatan lainnya kecuali yang dilakukan oleh wajib pajak yang lingkup pekerjaannya di bidang konstruksi dan mempunya izin/sertifikat sebagai pengusaha konstruksi
w. jasa pemeliharaan/perawatan/perabaikan mesin, listrik/telepon/air/gas/ac/tv kabel, peralatan, alat transportasi/kendaraan dan bangunan kecuali yang dilakukan oleh wajib pajak yang lingkup pekerjaannya di bidang konstruksi dan mempunya izin/sertifikat sebagai pengusaha konstruksi
semua tarif pajak diatas, berlaku hanya untuk penyedia jasa yang memiliki NPWP, sedangkan untuk penyedia jasa yang tidak memiliki NPWP tarif pajaknya ditambah 100%, jadi yang bertarif 2% menjadi 4%
sedangkan untuk jasa diluar yang tertulis diatas tidak dikenakan PPh Pasal 23, misal jasa atas pengiriman barang/kurir,
- Untuk konsumsi rapat atau jamuan tamu, kita harus melihat siapa yang menyediakan konsumsi tersebut. jika konsumsi tersebut berasal dari hotel atau rumah makan/restorant maka tidak dikenakan PPh Pasal 23. tetapi jika berasal dari perusahaan catering maka dikenakan PPh Pasal 23.
- pembelian air mineral jika berasal dari toko usaha perdagangan dikenakan PPh Pasal 22, jika belanjanya lebih dari 2 juta, tetapi jika barangnya berasal dari perusahaan yang termasuk dalam perusahaan catering maka akan dikenakan PPh Pasal 23, jadi mesti lihat dari mana tempat membelinya.
- pertanyaan terakhir apakah apakah konsumsi dikenakan PPN?
tergantung dari mana konsumsi tersebut dibeli, jika konsumsi tersebut berasal dari rumah makan/restoran, perusahaan catering dan hotel maka tidak dikenakan PPN, tetapi jika dibeli di perusahaan dagang seperti toko kue dengan nilai transaksi diatas 1 juta, maka akan dikenakan PPN sebesar 10%
demikian penjelasan dari saya
semoga bermanfaat
kalau ada pertanyaan lain silahkan ditulis di forum ini
atau imel ke avathard@yahoo.com
« Reply #2 on: March 15, 2011, 10:18:45 PM »
Firman Ridwan :
Terima kasih atas jawabannya.. saya masih mau tanya lagi nih...
- Untuk konsumsi rapat atau jamuan tamu, kita harus melihat siapa yang menyediakan konsumsi tersebut. jika konsumsi tersebut berasal dari hotel atau rumah makan/restorant maka tidak dikenakan PPh Pasal 23. tetapi jika berasal dari perusahaan catering maka dikenakan PPh Pasal 23.
Apakah ada bedanya makan langsung di rumah makan/restorantnya dengan jasa catering (makanan diantar ke kantor) ?
Soalnya ditempat kerja saya tdk ada perusahaan catering, yg ada adl rumah makan/restorant yg sekaligus nerima cateringan
Bagaimana dgn penulisan uraian di SPTB untuk jamuan tamu tsb yg tamunya di ajak makan langsung di warung makan/restorant ?
Klu yg cateringan kan mungkin cukup dengan "Pembelian catering untuk jamuan tamu....dst" (dan pastinya dikenakan PPh 23)
Mohon jawabannya, dan maaf mungkin pertanyaan saya membingungkan.. Smiley
« Reply #3 on: March 16, 2011, 07:38:52 PM »
Avathard :
nah menurut pendapat saya, bahwa kalau yang dimaksud dengan perusahaan catering, adalah perusahaan yang memberikan jasa penyediaan makanan yang dibuktikan dengan ijin usaha sebagai usaha catering. sedangkan untuk restoran tidak termasuk untuk golongan catering, karena dia digolongkan dalam usaha restoran/rumah makan, dan makanan yang diantar ke kantor itu tidak termasuk sebagai catering, jika dibeli dari kelompok usaha restoran/rumah makan, jadi kesimpulannya untuk digolongkan catering atau tidak yah bersumber dari ijin usahanya, (pendapat ini juga sama dengan pendapat dari fungsional pemeriksa pajak)
jadi beda antara makan langsung dengan makan di antar tidak ada bedanya, selama diambil satu tempat yg sama
sedangkan untuk jamuan tamu di restoran langsung dan di SPJ kan ke SPTB, aq lom pernah melakukan, karena bisa dianggap sebagai pemborosan, dan menurut saya untuk menjamu tamu harus ada batasannya, dan batasan itu saya ambil patokan yang ada di SBU (sapa tahu ada pendapat yang lain, mohon masukannya untuk ini, soalnya aku jg pernah mendapatkan kasus seperti ini, dan kesimpulannya, aku tidak bisa mempertanggungjawabkan pengeluaran untuk makan langsung di tempat)
demikian penjelasan dari saya
semoga bermanfaat
kalau ada pertanyaan lain silahkan ditulis di forum ini
atau imel ke avathard@yahoo.com
« Reply #4 on: April 08, 2011, 07:59:21 PM »
Yoet :
Iya, perusahaan catering kena PPh pasal 23 2% , kenapa? karena catering biasanya menyediakan perangkat makan (piring,sendok,gelas dll), meja stand, mengantar, membersihkan sisanya, ada pelayan yg melayani juga.. atas hal2 tsb maka digolongkan sebagai Jasa Lainnya.. TAPI kalo beli makanan di perusahaan catering dalam bentuk kotakan, gak kena PPh pasal 23.. gitu sih..
tp bisa jg antar fiskus beda pendapat soal itu
kalo jamuan tamu sih gak pernah, bos2 aj yg mikirin (biasanya patungan) tp kalo berat pasti tnya pendapat bendahara jg ya,, waduh.. Tongue
kalo dari restoran cm pernah beli kotakan aj di SPJ kan di SPTB, tapi bukan buat jamuan
« Reply #5 on: April 13, 2011, 06:10:58 PM »
Avathard :
Iya, perusahaan catering kena PPh pasal 23 2% , kenapa? karena catering biasanya menyediakan perangkat makan (piring,sendok,gelas dll), meja stand, mengantar, membersihkan sisanya, ada pelayan yg melayani juga.. atas hal2 tsb maka digolongkan sebagai Jasa Lainnya.. TAPI kalo beli makanan di perusahaan catering dalam bentuk kotakan, gak kena PPh pasal 23.. gitu sih..
tp bisa jg antar fiskus beda pendapat soal itu
kalo jamuan tamu sih gak pernah, bos2 aj yg mikirin (biasanya patungan) tp kalo berat pasti tnya pendapat bendahara jg ya,, waduh.. Tongue
kalo dari restoran cm pernah beli kotakan aj di SPJ kan di SPTB, tapi bukan buat jamuan
kalau menurut saya, sesuai dengan PMK-244 tahun 2008, disitu tidak membedakan antara makanan yang disajikan secara langsung oleh jasa catering seperti prasmanan, dengan yang disajikan secara tidak langsung seperti melalui kotak, yang dijelaskan cuman jenis usaha catering saja, makanya saya berpendapat, secara juridisnya, saya cuman melihat sumber dimana makanan itu dibeli, jika secara hukum dia berbentuk usaha catering, maka itu baik yang disajikan secara langsung maupun tidak langsung dia kena PPh Pasal 23, kita melihat kembali ke UU yang mengatur tentang Badan Usaha,
Berapa tarif persentase pemotongannya ?
Apakah konsumsi rapat atau jamuan tamu dikenakan PPh Psl 23 ?
Dikantor sy pernah membeli sekarton air mineral untuk jamuan tamu, apakah dikenakan PPh Psl 23 jg ?
karena yg saya tau, hanya jasa catering yg dikenakan PPh Psl 23 sebesar 2% (mungkin sy salah)
Terakhir, apakah untuk konsumsi itu dikenakan PPN juga ?
Mohon pencerahannya.... Maaf klo banyak nanya'nya..
Terima kasih banyak atas penjelasannya.
« Reply #1 on: March 14, 2011, 09:07:32 PM »
Avathard :
-Jenis jenis belanja yg dikenakan PPh Pasal 23 yaitu
1. Dividen, bunga, royalti, sebesar 15% dari nilai bruto
2. Sewa atas penggunaan harta, kecuali sewa atas tanah dan bangunan (karena dikenakan PPh final pasal 4 (2)), dikenakan tarif sebesar 2% dari nilai bruto
3. imbalan sehubungan dengan Jasa teknik, manajemen, jasa konsultan (kecuali konsultasi hukum, bisnis dan pajak), dan jasa lainnya, dikenakan tarif sebesar 2% dari nilai bruto.
yang dimaksud dengan jasa lainnya sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008 yaitu:
a. Jasa Penilai
b. Jasa aktuaris
c. Jasa akuntansi dan pembukuan
d. jasa perancang
e. jasa pengeboran (drilling) dibidang penambangan migas, kecuali yang dilakukan oleh BUT
f. jasa penunjang dibidang penambangan migas
g. jasa penambangan dan penunjang di bidang penambangan selain migas
h. jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara
i. jasa penebangan hutan (land clearing)
j. jasa kustodian/penyimpanan/penitipan yang dilakukan oleh KSEI
k. jasa pengisian suara
l. jasa mixing film
m. jasa sehubungan dengan software komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan
n. jasa maklon
o. jasa penyelidikan dan keamanan
p. jasa penyelenggara kegiatan/event organizer
q. jasa pengepakan
r. jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi
s. jasa pembasmian hama
t. jasa kebersihan/cleaning service
u. jasa catering
v. jasa instalasi/pemasangan mesin, listrik/telepon/air/gas/ac/tv kabel, peralatan lainnya kecuali yang dilakukan oleh wajib pajak yang lingkup pekerjaannya di bidang konstruksi dan mempunya izin/sertifikat sebagai pengusaha konstruksi
w. jasa pemeliharaan/perawatan/perabaikan mesin, listrik/telepon/air/gas/ac/tv kabel, peralatan, alat transportasi/kendaraan dan bangunan kecuali yang dilakukan oleh wajib pajak yang lingkup pekerjaannya di bidang konstruksi dan mempunya izin/sertifikat sebagai pengusaha konstruksi
semua tarif pajak diatas, berlaku hanya untuk penyedia jasa yang memiliki NPWP, sedangkan untuk penyedia jasa yang tidak memiliki NPWP tarif pajaknya ditambah 100%, jadi yang bertarif 2% menjadi 4%
sedangkan untuk jasa diluar yang tertulis diatas tidak dikenakan PPh Pasal 23, misal jasa atas pengiriman barang/kurir,
- Untuk konsumsi rapat atau jamuan tamu, kita harus melihat siapa yang menyediakan konsumsi tersebut. jika konsumsi tersebut berasal dari hotel atau rumah makan/restorant maka tidak dikenakan PPh Pasal 23. tetapi jika berasal dari perusahaan catering maka dikenakan PPh Pasal 23.
- pembelian air mineral jika berasal dari toko usaha perdagangan dikenakan PPh Pasal 22, jika belanjanya lebih dari 2 juta, tetapi jika barangnya berasal dari perusahaan yang termasuk dalam perusahaan catering maka akan dikenakan PPh Pasal 23, jadi mesti lihat dari mana tempat membelinya.
- pertanyaan terakhir apakah apakah konsumsi dikenakan PPN?
tergantung dari mana konsumsi tersebut dibeli, jika konsumsi tersebut berasal dari rumah makan/restoran, perusahaan catering dan hotel maka tidak dikenakan PPN, tetapi jika dibeli di perusahaan dagang seperti toko kue dengan nilai transaksi diatas 1 juta, maka akan dikenakan PPN sebesar 10%
demikian penjelasan dari saya
semoga bermanfaat
kalau ada pertanyaan lain silahkan ditulis di forum ini
atau imel ke avathard@yahoo.com
« Reply #2 on: March 15, 2011, 10:18:45 PM »
Firman Ridwan :
Terima kasih atas jawabannya.. saya masih mau tanya lagi nih...
- Untuk konsumsi rapat atau jamuan tamu, kita harus melihat siapa yang menyediakan konsumsi tersebut. jika konsumsi tersebut berasal dari hotel atau rumah makan/restorant maka tidak dikenakan PPh Pasal 23. tetapi jika berasal dari perusahaan catering maka dikenakan PPh Pasal 23.
Apakah ada bedanya makan langsung di rumah makan/restorantnya dengan jasa catering (makanan diantar ke kantor) ?
Soalnya ditempat kerja saya tdk ada perusahaan catering, yg ada adl rumah makan/restorant yg sekaligus nerima cateringan
Bagaimana dgn penulisan uraian di SPTB untuk jamuan tamu tsb yg tamunya di ajak makan langsung di warung makan/restorant ?
Klu yg cateringan kan mungkin cukup dengan "Pembelian catering untuk jamuan tamu....dst" (dan pastinya dikenakan PPh 23)
Mohon jawabannya, dan maaf mungkin pertanyaan saya membingungkan.. Smiley
« Reply #3 on: March 16, 2011, 07:38:52 PM »
Avathard :
nah menurut pendapat saya, bahwa kalau yang dimaksud dengan perusahaan catering, adalah perusahaan yang memberikan jasa penyediaan makanan yang dibuktikan dengan ijin usaha sebagai usaha catering. sedangkan untuk restoran tidak termasuk untuk golongan catering, karena dia digolongkan dalam usaha restoran/rumah makan, dan makanan yang diantar ke kantor itu tidak termasuk sebagai catering, jika dibeli dari kelompok usaha restoran/rumah makan, jadi kesimpulannya untuk digolongkan catering atau tidak yah bersumber dari ijin usahanya, (pendapat ini juga sama dengan pendapat dari fungsional pemeriksa pajak)
jadi beda antara makan langsung dengan makan di antar tidak ada bedanya, selama diambil satu tempat yg sama
sedangkan untuk jamuan tamu di restoran langsung dan di SPJ kan ke SPTB, aq lom pernah melakukan, karena bisa dianggap sebagai pemborosan, dan menurut saya untuk menjamu tamu harus ada batasannya, dan batasan itu saya ambil patokan yang ada di SBU (sapa tahu ada pendapat yang lain, mohon masukannya untuk ini, soalnya aku jg pernah mendapatkan kasus seperti ini, dan kesimpulannya, aku tidak bisa mempertanggungjawabkan pengeluaran untuk makan langsung di tempat)
demikian penjelasan dari saya
semoga bermanfaat
kalau ada pertanyaan lain silahkan ditulis di forum ini
atau imel ke avathard@yahoo.com
« Reply #4 on: April 08, 2011, 07:59:21 PM »
Yoet :
Iya, perusahaan catering kena PPh pasal 23 2% , kenapa? karena catering biasanya menyediakan perangkat makan (piring,sendok,gelas dll), meja stand, mengantar, membersihkan sisanya, ada pelayan yg melayani juga.. atas hal2 tsb maka digolongkan sebagai Jasa Lainnya.. TAPI kalo beli makanan di perusahaan catering dalam bentuk kotakan, gak kena PPh pasal 23.. gitu sih..
tp bisa jg antar fiskus beda pendapat soal itu
kalo jamuan tamu sih gak pernah, bos2 aj yg mikirin (biasanya patungan) tp kalo berat pasti tnya pendapat bendahara jg ya,, waduh.. Tongue
kalo dari restoran cm pernah beli kotakan aj di SPJ kan di SPTB, tapi bukan buat jamuan
« Reply #5 on: April 13, 2011, 06:10:58 PM »
Avathard :
Iya, perusahaan catering kena PPh pasal 23 2% , kenapa? karena catering biasanya menyediakan perangkat makan (piring,sendok,gelas dll), meja stand, mengantar, membersihkan sisanya, ada pelayan yg melayani juga.. atas hal2 tsb maka digolongkan sebagai Jasa Lainnya.. TAPI kalo beli makanan di perusahaan catering dalam bentuk kotakan, gak kena PPh pasal 23.. gitu sih..
tp bisa jg antar fiskus beda pendapat soal itu
kalo jamuan tamu sih gak pernah, bos2 aj yg mikirin (biasanya patungan) tp kalo berat pasti tnya pendapat bendahara jg ya,, waduh.. Tongue
kalo dari restoran cm pernah beli kotakan aj di SPJ kan di SPTB, tapi bukan buat jamuan
kalau menurut saya, sesuai dengan PMK-244 tahun 2008, disitu tidak membedakan antara makanan yang disajikan secara langsung oleh jasa catering seperti prasmanan, dengan yang disajikan secara tidak langsung seperti melalui kotak, yang dijelaskan cuman jenis usaha catering saja, makanya saya berpendapat, secara juridisnya, saya cuman melihat sumber dimana makanan itu dibeli, jika secara hukum dia berbentuk usaha catering, maka itu baik yang disajikan secara langsung maupun tidak langsung dia kena PPh Pasal 23, kita melihat kembali ke UU yang mengatur tentang Badan Usaha,
Langganan:
Postingan (Atom)